Rabu, 30 Desember 2015

Unsur Instrinsik dan Unsur Ekstrinsik dari cerpen "Sumi dan Gambarnya"

Unsur Instrinsik dan Unsur Ekstrinsik dari cerpen "Sumi dan Gambarnya"

1.      Tema
      PemberontakanPada cerpen ini dikisahkan bahwa ada seorang wanita bernama Sumi yang hidupmenderita karena sering mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari sangsuami, Bejo. Karena merasa terkekang dan tersiksa hidup di desa bersama Bejo, Sumipun memutuskan untuk pergi ke kota dan bekerja sebagai buruh pabrik di sana. Meskipun banyak cobaan dan rintangan yang menghalanginya untuk pergi ke kota, iat etap saja nekat pergi dengan segala resiko yang ada.

2.      Penokohan
a)      Sumi : tegar, penurut, pendendam.
Bukti : “Saya akan binasakan mereka! Saya tidak bakal puas kalau tidakmembinasakan Bejo dan pelukis itu,” jerit Sumi sambil menangis.
b)      Bejo : kejam, tidak setia, tidak bertanggung jawab
Bukti : di antara jam-jam kerja, dia merindukan keluarganya, bahkan Bejoyang kabarnya sudah menikah lagi dengan perempuan lain.
c)      Pelukis : materialistis, tidak menepati janji, kasar
Bukti : Sumi tertegun. Bukankah pedagang itu pernah berjanji, tak bakalmenjualnya, sekalipun gambarnya ditawar mahal.
d)     Kolektor : Menepati janji, baik
Bukti : “Yah, sekarang anda tahu, kan? Kami merawatnya dengan baik sekalisehingga gambar itu maish tersenyum bahagia”
e)      Pardi : baik, setia
Bukti : Menurut Juminten, Pardi lebih baik dari si Pelukis maupun Bejo.
f)       Juminten : mandiri, bijaksana
Bukti : Jumiten memberi nasehat, “Kita Cuma orang biasa. Tidak usah berpikir aneh-aneh. Lebih baik kau menikah saja dengan Pardi...”
g)      Mahasiswi : baik, cinta seni
Bukti : “Bapak seharusnya tidka sekasar itu pada simbol kebahagiaan kita!”

3.      Latar
a)      Tempat :
1.      Toko
Bukti : dia memajang lukisan itu di tengah-tengah tokonya.
2.      Rumah mewah
Bukti : Lukisan Sumi terpampang di rumah mewah sang kolektor.
3.      Kamar
Bukti : dan keduanya kini membiarkan dia terlempar ke kamar sempit ini.

b)      Waktu
Dua atau tiga tahun lagi
Bukti : Bejo mengatakan, sebaiknya dua atau tiga tahun lagi mereka punya anak, kalau Bejo sudah punya pekerjaan yang lebih bagus. Sumisebetulnya ingin membantah.
c)      Suasana
1)      Tegang
Bukti : "Kamu tidak pernah mau belajar jadi istri yang baik," kata bapaknya berang. Sumi gelagapan. Dia merasa salah dan tidak tahu apa yangbisa diucapkan kepada bapaknya.
2)      Sepi
Bukti : Dengan kacau dia pulang ke rumah kontrakkannya yang sedang sepi.
3)      Menegangkan
Bukti : "Kalau kamu tidak keluar dari sini, saya akan lapor polisi!’’

4.      Alur
a)      Pengenalan
Kehidupan Sumi dan suaminya, Bejo di sebuah desa. Keadaan Sumi yang merasa tersiksa dengan keadaan rumah tangganya bersama Bejo.
b)      Masalah muncul
Sumi ingin pergi ke kota, tetapi tidak diperbolehkan olehBejo. Sementara Bejo ingin menikah dengan perempuan lain yang tidak lain adalah tetangga di daerah rumah mereka. Pelukis telah menjual lukisan Sumi kepada kolektor asing.
c)      Masalah memuncak
Sumi kesal dan merasa dikecewakan oleh Bejo dan Pelukis, sehingga ia berniat untuk membunuh mereka berdua.
d)     Antiklimaks
Sumi dilarang Pardi untuk membunuh Pelukis, ia lantas melamar Sumi agar mau menjadi istrinya.
e)      Penyelesaian
Sumi menikah dengan Pardi.

5.      Sudut Pandang
      Orang Ketiga. Alasan : karena penulis menceritakan kisah perjuangan seorang wanita bernama Sumi yang ingin bebas dari siksaan suaminya, Bejo dan ingin meraih kebahagiaan dan kebebasannya kembali.

6.      Gaya Bahasa
      gaya bahasa yang digunakan dalam cerpen ini adalah bahasa sehari-hari yang mudah dicerna oleh para pembaca. Meskipun ada beberapa ungkapan-ungkapan yang memiliki arti konotasi, di antaranya : Kedip lampu jalanan aneh, membuat dia merasa kangen dengan kebun jati.. (Majas personifikasi), yang berarti nyala lampu traffic light yang diibaratkandengan aktivitas manusia (mengedipkan mata). Dan keduanya kini membiarkan dia terlempar ke kamar sempit ini. (Majas hiperbola), yang berarti melebih-lebihkan sesuatu. Kalimat yangberarti berada di suatu tempat di-hiperbola-kan menjadi terlempar. Di sisi lain, di kebun jati, Sumi merasa sulit bernapas. (Majas hiperbola), yang berarti melebih-lebihkan sesuatu. Kalimat yangberarti merasa terkekang dengan keadaan yang ada di-hiperbola-kan menjadimerasa sulit bernapas.

7.      Amanat
a.       Kita harus berani memperjuangkan apa yang kita cita-citakan. 
b.      Dalam bertindak, kita tidak boleh menuruti hawa nafsu.
c.       Kita harus menepati janji
d.      Kita harus bertindak sesuai dengan apa yang kita ucapkan. 




Nama Lengkap            : Ratna Indraswari Ibrahim
Profesi                         : -
Tempat Lahir              : Malang         
Tanggal Lahir              : Minggu, 24 April 1949
Zodiac                         : Taurus
Warga Negara             : Indonesia

BIOGRAFI

            Ratna Indraswari dikenal sebagai seorang sastrawan yang telah melahirkan lebih dari 400 karya sastra yang dengan semangat juangnya berusaha melawan segala keterbatasan yang ia miliki. Dengan kemampuan fisik yang nyaris tidak berfungsi, ia telah melahirkan ratusan karya sastra secara produktif sejak masih berusia muda hingga akhir hayatnya.
            Kondisi fisiknya mulai bermasalah sejak usia 13 tahun ketika ia mengalami penyakit rachitis (radang tulang) yang mengakibatkan kedua kaki dan tangannya tidak berfungsi secara normal. Dalam menciptakan karyanya, ia selalu mendiktekan kepada para asistennya untuk mengetik dan kemudian merevisinya. Ia dikenal sebagai sosok yang tegas dan merupakan pemimpin yang benar-benar disegani.
            Dibalik kursi rodanya, ia menciptakan berbagai karakter dalam cerpen dan novelnya yang pada umumnya mengisahkan perjuangan perempuan dalam menghadapi proses subordinasi yang sedang dialami. Bakat menulisnya didapat dari eyang buyutnya yang merupakan seorang narator cerita di daerah Minang.  
            Karya dari Ratna Indraswari antara lain : berupa kumpulan cerpen yang di muat dalam antologi Kado Istimewa (1992), Pelajaran Mengarang (1993), Lampor (1994), Laki-Laki yang Kawin dengan Peri (1995), Anjing-Anjing Menyerbu Kuburan (1997), Lakon Di Kota Senja (2002) dan Waktu Nayla (2003). Di samping aktivitasnya sebagai penulis, Ratna Indraswari juga aktif sebagai ketua Yayasan Bhakti Nurani Malang sejak 1977 dan Direktur I LSM Entropic Malang pada tahun 1991.
            Ratna dikenal sebagai pribadi yang tegas, sama sekali bertolak belakang dengan kondisi difabel seluruh anggota badannya, tangan dan kaki. Dibalik kursi rodanya, Ratna secara faktual bertindak sebagai pemimpin dan benar-benar disegani.

            Dari aktivitas sosialnya ini, ia mendapat kesempatan untuk mengikuti berbagai seminar internasional, misalnya Disable People International di Sydney, Australia, (1993), Kongres Internasional Perempuan di Beijing, RRC (1995), Leadership Training MIUSA di Eugene Oregon, Amerika Serikat (1997), Kongres Perempuan Sedunia di Washington DC, Amerika Serikat (1997), serta pernah mendapat predikat Wanita Berprestasi dari Pemerintah RI (1994). Pada tahun 2001, ia membentuk Forum Kajian Ilmiah Pelangi yang bermarkas di rumahnya, Jl. Diponegoro 3A Malang, Jawa Timur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar