KATA PENGANTAR
Puji
syukur senantiasa Kami panjatkan kehadirat Allah swt, karena dengan
rahmat dan taufiq-Nya saya dapat menyelesaikan penulisan makalah mengevaluasi
perjuangan bangsa : antara perang dan damai.
Pada
kesempatan ini tidak lupa kami sampailan ucapan terima kasih kepada ibu/ bapak
selaku guru mata pelajaran sejarah Indonesia, yang senantiasa membimbing dan
menyumbangkan ilmunya kepada kami.Tak lupa juga kami ucapkan terima kasih
kepada teman-teman dan juga semua pihak yang telah membantu menyelesaikan tugas
ini.
Penyusun
juga menyadari bahwa masih banyak kekurangan, kekeliruan, dan masih jauh dari
kata sempurna.Oleh karena itu Saya sangat mengharapkan kritik dan
saran atas penulisan makalah ini selanjutnya.
Semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca.
Sakatiga, 10 Oktober 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
- Perumusan Masalah
- Tujuan Penulisan Makalah
BAB II
PEMBAHASAN/ISI
- Konferensi Denpasar
-
Agresi Militer Belanda Pertama dan Campur Tangan PBB
- Perjanjian
Renville
- Agresi Militer II
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
- Saran
DAFTAR FUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Konferensi
Denpasar adalah lanjutan dari Konferensi Malino dan Konferensi
Pangkal Pinang yang
bertempat di Bali
Hotel, Denpasar, Bali dari tanggal 7 sampai 24 Desember 1946. Karena adanya
perbedaan pendapat dan konflik politik antara Kalimantan Barat dan Selatan
untuk bekerja di bawah satu unit pemerintahan, maka peserta konferensi Denpasar
hanya terdiri atas perwakilan daerah-daerah Indonesia timur
Agresi
Militer Belanda I, yang juga hampir pada waktu yang bersamaan, juga terus
mengirim pasukannya memasuki Indonesia. Dengan demikian kadar permusuhan antara
kedua belah pihak semakin meningkat. Dan secara ekonomis, Belanda juga berhasil
menciptakan kesulitan bagi RI.
Sampai
dengan Perjanjian Renville yang resmi dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 yang
malah menimbulkan masalah baru, yaitu pembentukan pemerintahan yang tidak
sesuai dengan yang terdapat dalam perjanjian Linggarjati.
B. Perumusan
Masalah
1. Menjelaskan Konferensi Malino
2. Menjelaskan Agresi Militer Belanda I
3. Menjelaskan Komisi Tiga Negara Sebagai Mediator yang Berharga
4. Menjelaskan Perjanjian Renville
2. Menjelaskan Agresi Militer Belanda I
3. Menjelaskan Komisi Tiga Negara Sebagai Mediator yang Berharga
4. Menjelaskan Perjanjian Renville
C. Tujuan
Penulisan Makalah
1. Untuk memahami Konferensi Malino
2. Untuk memahami Agresi Militer Belanda I
3. Untuk memahami Komisi Tiga Negara Sebagai Mediator yang Berharga
4. Untuk memahami Perjanjian Renville
2. Untuk memahami Agresi Militer Belanda I
3. Untuk memahami Komisi Tiga Negara Sebagai Mediator yang Berharga
4. Untuk memahami Perjanjian Renville
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Konferensi
Denpasar
Konferensi
Denpasar adalah lanjutan dari Konferensi Malino dan Konferensi
Pangkal Pinang yang
bertempat di Bali
Hotel, Denpasar, Bali dari tanggal 7 sampai 24 Desember 1946. Karena adanya
perbedaan pendapat dan konflik politik antara Kalimantan Barat dan Selatan
untuk bekerja di bawah satu unit pemerintahan, maka peserta konferensi Denpasar
hanya terdiri atas perwakilan daerah-daerah Indonesia timur, menurut
perbandingan jumlah penduduk yakni:
1.
Sulawesi
Selatan 16 orang
2.
Minahasa 3 orang
3.
Sulawesi
Utara 2 orang
4.
Sulawesi
Tengah (Donggala) 2 orang
5.
Sulawesi
Tengah (Poso) 2 orang
6.
Sangihe
dan Talaud 2 orang
7.
Maluku
Utara 2 orang
8.
Maluku
Selatan 3 orang
9.
Bali
7 orang
10.
Lombok
5 orang
11.
Timor
dan pulau-pulau sekitarnya 3 orang
12.
Flores
3 orang
13.
Sumbawa
3 orang
14.
Sumba
2 orang
Ditambah
15 orang perwakilan golongan minoritas (Belanda, Cina dan Timur Asing lain)
yang diangkat oleh Van Mook, maka seluruh peserta adalah 70 orang.
Konferensi
diawali dengan pertemuan tidak resmi sejak 7 Desember dipimpin oleh Komisaris
Pemerintah untuk Kalimantan dan Timur Besar (Regeeringscommissaris voor
Borneo en de Groote Oost) Dr. W.Hoven. Pembukaan resmi dilakukan oleh
Letnan Gubernur Jenderal Van Mook pada
tanggal 18 Desember dan ditutup pada 24 Desember 1946.
Dalam
waktu yang sangat cepat, konferensi menghasilkan dokumen yang membahas pembentukan
Komisi Mahkota (perantara dengan Kerajaan Belanda), dewan perwakilan rakyat
sementara (DPRS), pembagian kekuasaan, keuangan dan pendirian daerah otonomi,
kepala negara bagian, kabinet dan menteri Negara
Indonesia Timur. Terpilih
sebagai Kepala Negara Indonesia Timur pertama pada tanggal 24 Desember 1946
adalah Cokorda Gde Raka Sukawati, bekas anggota Volksraad dari
partai PEB dan sebagai Perdana Menteri adalah Nadjamoedin Daeng Malewa yang
merangkap sebagai Menteri Perekonomian, yang adalah penasehat perdagangan di
Makassar. Sebagai ketua DPRS terpilih Mr. Tadjoeddin Noer, seorang pengacara
dan bekas anggota Volksraad dari partai PNI di Makassar.
Beberapa
peristiwa seputar konferensi ini adalah perang habis-habisan oleh Letkol I Gusti Ngurah
Rai di desa Marga, Bali, Pembantaian
Westerling di Makassar danPerundingan
Linggarjati di Jawa
Barat.
B. Agresi
Militer Belanda Pertama dan Campur Tangan PBB
·
Agresi
Militer Belanda 1 (Pertama)
Agresi
Militer Belanda I adalah operasi militer Belanda di Jawa dan Sumatera terhadap
Republik Indonesia yang dilaksanakan dari 21 Juli 1947 sampai 5 Agustus 1947.
Agresi yang merupakan pelanggaran dari Persetujuan Linggajati ini menggunakan
kode "Operatie Product".
Tanggal 15 Juli 1947, van Mook mengeluarkan ultimatum agar supaya RI menarik mundur pasukannya sejauh 10 km. dari garis demarkasi. Tentu pimpinan RI menolak permintaan Belanda ini. Tujuan utama agresi Belanda adalah merebut daerah-daerah perkebunan yang kaya dan daerah yang memiliki sumber daya alam, terutama minyak. Namun sebagai kedok untuk dunia internasional, Belanda menamakan agresi militer ini sebagai Aksi Polisionil, dan menyatakan tindakan ini sebagai urusan dalam negeri. Letnan Gubernur Jenderal Belanda, Dr. H.J. van Mook menyampaikan pidato radio di mana dia menyatakan, bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan Persetujuan Linggajati. Pada saat itu jumlah tentara Belanda telah mencapai lebih dari 100.000 orang, dengan persenjataan yang modern, termasuk persenjataan berat yang dihibahkan oleh tentara Inggris dan tentara Australia.
Serangan di beberapa daerah, seperti di Jawa Timur, bahkan telah dilancarkan tentara Belanda sejak tanggal 20 Juli malam, sehingga dalam bukunya, J. A. Moor menulis agresi militer Belanda I dimulai tanggal 20 Juli 1947. Belanda berhasil menerobos ke daerah-daerah yang dikuasai oleh Republik Indonesia di Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Fokus serangan tentara Belanda di tiga tempat, yaitu Sumatera Timur, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di Sumatera Timur, sasaran mereka adalah daerah perkebunan tembakau, di Jawa Tengah mereka menguasai seluruh pantai utara, dan di Jawa Timur, sasaran utamanya adalah wilayah di mana terdapat perkebunan tebu dan pabrik-pabrik gula.
Pada agresi militer pertama ini, Belanda juga mengerahkan kedua pasukan khusus, yaitu Korps Speciaale Troepen (KST) di bawah Westerling yang kini berpangkat Kapten, dan Pasukan Para I (1e para compagnie) di bawah Kapten C. Sisselaar. Pasukan KST (pengembangan dari DST) yang sejak kembali dari pembantaian di Sulawesi Selatan belum pernah beraksi lagi, kini ditugaskan tidak hanya di Jawa, melainkan dikirim juga ke Sumatera.
Agresi tentara Belanda berhasil merebut daerah-daerah di wilayah Republik Indonesia yang sangat penting dan kaya seperti kota pelabuhan, perkebunan dan pertambangan. Pada 29 Juli 1947, pesawat Dakota Republik dengan simbol Palang Merah di badan pesawat yang membawa obat-obatan dari Singapura, sumbangan Palang Merah Malaya ditembak jatuh oleh Belanda dan mengakibatkan tewasnya Komodor Muda Udara Mas Agustinus Adisucipto, Komodor Muda Udara dr. Abdulrachman Saleh dan Perwira Muda Udara I Adisumarno Wiryokusumo.
Pada 9 Desember 1947, terjadi Pembantaian Rawagede dimana tentara Belanda membantai 431 penduduk desa Rawagede, yang terletak di antara Karawang dan Bekasi, Jawa Barat.
Tanggal 15 Juli 1947, van Mook mengeluarkan ultimatum agar supaya RI menarik mundur pasukannya sejauh 10 km. dari garis demarkasi. Tentu pimpinan RI menolak permintaan Belanda ini. Tujuan utama agresi Belanda adalah merebut daerah-daerah perkebunan yang kaya dan daerah yang memiliki sumber daya alam, terutama minyak. Namun sebagai kedok untuk dunia internasional, Belanda menamakan agresi militer ini sebagai Aksi Polisionil, dan menyatakan tindakan ini sebagai urusan dalam negeri. Letnan Gubernur Jenderal Belanda, Dr. H.J. van Mook menyampaikan pidato radio di mana dia menyatakan, bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan Persetujuan Linggajati. Pada saat itu jumlah tentara Belanda telah mencapai lebih dari 100.000 orang, dengan persenjataan yang modern, termasuk persenjataan berat yang dihibahkan oleh tentara Inggris dan tentara Australia.
Serangan di beberapa daerah, seperti di Jawa Timur, bahkan telah dilancarkan tentara Belanda sejak tanggal 20 Juli malam, sehingga dalam bukunya, J. A. Moor menulis agresi militer Belanda I dimulai tanggal 20 Juli 1947. Belanda berhasil menerobos ke daerah-daerah yang dikuasai oleh Republik Indonesia di Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Fokus serangan tentara Belanda di tiga tempat, yaitu Sumatera Timur, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di Sumatera Timur, sasaran mereka adalah daerah perkebunan tembakau, di Jawa Tengah mereka menguasai seluruh pantai utara, dan di Jawa Timur, sasaran utamanya adalah wilayah di mana terdapat perkebunan tebu dan pabrik-pabrik gula.
Pada agresi militer pertama ini, Belanda juga mengerahkan kedua pasukan khusus, yaitu Korps Speciaale Troepen (KST) di bawah Westerling yang kini berpangkat Kapten, dan Pasukan Para I (1e para compagnie) di bawah Kapten C. Sisselaar. Pasukan KST (pengembangan dari DST) yang sejak kembali dari pembantaian di Sulawesi Selatan belum pernah beraksi lagi, kini ditugaskan tidak hanya di Jawa, melainkan dikirim juga ke Sumatera.
Agresi tentara Belanda berhasil merebut daerah-daerah di wilayah Republik Indonesia yang sangat penting dan kaya seperti kota pelabuhan, perkebunan dan pertambangan. Pada 29 Juli 1947, pesawat Dakota Republik dengan simbol Palang Merah di badan pesawat yang membawa obat-obatan dari Singapura, sumbangan Palang Merah Malaya ditembak jatuh oleh Belanda dan mengakibatkan tewasnya Komodor Muda Udara Mas Agustinus Adisucipto, Komodor Muda Udara dr. Abdulrachman Saleh dan Perwira Muda Udara I Adisumarno Wiryokusumo.
Pada 9 Desember 1947, terjadi Pembantaian Rawagede dimana tentara Belanda membantai 431 penduduk desa Rawagede, yang terletak di antara Karawang dan Bekasi, Jawa Barat.
·
Campur
tangan PBB
Republik
Indonesia secara resmi mengadukan agresi militer Belanda ke PBB, karena agresi
militer tersebut dinilai telah melanggar suatu perjanjian Internasional, yaitu
Persetujuan Linggajati. Belanda ternyata tidak memperhitungkan reaksi keras
dari dunia internasional, termasuk Inggris, yang tidak lagi menyetujui
penyelesaian secara militer. Atas permintaan India dan Australia, pada 31 Juli
1947 masalah agresi militer yang dilancarkan Belanda dimasukkan ke dalam agenda
Dewan Keamanan PBB, yang kemudian mengeluarkan Resolusi No. 27 tanggal 1
Agustus 1947, yang isinya menyerukan agar konflik bersenjata dihentikan.
Dewan Keamanan PBB de facto mengakui eksistensi Republik Indonesia. Hal ini terbukti dalam semua resolusi PBB sejak tahun 1947, Dewan Keamanan PBB secara resmi menggunakan nama INDONESIA, dan bukan Netherlands Indies. Sejak resolusi pertama, yaitu resolusi No. 27 tanggal 1 Augustus 1947, kemudian resolusi No. 30 dan 31 tanggal 25 August 1947, resolusi No. 36 tanggal 1 November 1947, serta resolusi No. 67 tanggal 28 Januari 1949, Dewan Keamanan PBB selalu menyebutkan konflik antara Republik Indonesia dengan Belanda sebagai The Indonesian Question.
Atas tekanan Dewan Keamanan PBB, pada tanggal 15 Agustus 1947 Pemerintah Belanda akhirnya menyatakan akan menerima resolusi Dewan Keamanan untuk menghentikan pertempuran.
Pada 17 Agustus 1947 Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Belanda menerima Resolusi Dewan Keamanan untuk melakukan gencatan senjata, dan pada 25 Agustus 1947 Dewan Keamanan membentuk suatu komite yang akan menjadi penengah konflik antara Indonesia dan Belanda. Komite ini awalnya hanyalah sebagai Committee of Good Offices for Indonesia (Komite Jasa Baik Untuk Indonesia), dan lebih dikenal sebagai Komisi Tiga Negara (KTN), karena beranggotakan tiga negara, yaitu Australia yang dipilih oleh Indonesia, Belgia yang dipilih oleh Belanda dan Amerika Serikat sebagai pihak yang netral. Australia diwakili oleh Richard C. Kirby, Belgia diwakili oleh Paul van Zeeland dan Amerika Serikat menunjuk Dr. Frank Graham.
Dewan Keamanan PBB de facto mengakui eksistensi Republik Indonesia. Hal ini terbukti dalam semua resolusi PBB sejak tahun 1947, Dewan Keamanan PBB secara resmi menggunakan nama INDONESIA, dan bukan Netherlands Indies. Sejak resolusi pertama, yaitu resolusi No. 27 tanggal 1 Augustus 1947, kemudian resolusi No. 30 dan 31 tanggal 25 August 1947, resolusi No. 36 tanggal 1 November 1947, serta resolusi No. 67 tanggal 28 Januari 1949, Dewan Keamanan PBB selalu menyebutkan konflik antara Republik Indonesia dengan Belanda sebagai The Indonesian Question.
Atas tekanan Dewan Keamanan PBB, pada tanggal 15 Agustus 1947 Pemerintah Belanda akhirnya menyatakan akan menerima resolusi Dewan Keamanan untuk menghentikan pertempuran.
Pada 17 Agustus 1947 Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Belanda menerima Resolusi Dewan Keamanan untuk melakukan gencatan senjata, dan pada 25 Agustus 1947 Dewan Keamanan membentuk suatu komite yang akan menjadi penengah konflik antara Indonesia dan Belanda. Komite ini awalnya hanyalah sebagai Committee of Good Offices for Indonesia (Komite Jasa Baik Untuk Indonesia), dan lebih dikenal sebagai Komisi Tiga Negara (KTN), karena beranggotakan tiga negara, yaitu Australia yang dipilih oleh Indonesia, Belgia yang dipilih oleh Belanda dan Amerika Serikat sebagai pihak yang netral. Australia diwakili oleh Richard C. Kirby, Belgia diwakili oleh Paul van Zeeland dan Amerika Serikat menunjuk Dr. Frank Graham.
C. Perjanjian
Renville
Perjanjian
Renville adalah perjanjian antara Indonesia dan Belanda yang ditandatangani
pada tanggal 17 Februari 1948 di atas geladak kapal perang Amerika Serikat
sebagai tempat netral, USS Renville, yang berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok,
Jakarta. Perundingan dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 dan ditengahi oleh
Komisi Tiga Negara (KTN), Committee of Good Offices for Indonesia, yang terdiri
dari Amerika Serikat, Australia, dan Belgia.
• Delegasi
Delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin Harahap. Delegasi Kerajaan Belanda dipimpin oleh Kolonel KNIL R. Abdul Kadir Wijoyoatmojo.
• Gencatan Senjata
Pemerintah RI dan Belanda sebelumnya pada 17 Agustus 1947 sepakat untuk melakukan gencatan senjata hingga ditandatanganinya Persetujuan Renville, tapi pertempuran terus terjadi antara tentara Belanda dengan berbagai laskar-laskar yang tidak termasuk TNI, dan sesekali unit pasukan TNI juga terlibat baku tembak dengan tentara Belanda, seperti yang terjadi antara Karawang dan Bekasi.
• Pasca Perjanjian
Sebagai hasil Persetujuan Renville, pihak Republik harus mengosongkan enclave (kantong-kantong) yang dikuasai TNI, dan pada bulan Februari 1948, Divisi Siliwangi hijrah ke Jawa Tengah. Tidak semua pejuang Republik yang tergabung dalam berbagai laskar, seperti Barisan Bambu Runcing dan Laskar Hizbullah/Sabillilah di bawah pimpinan Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo, mematuhi hasil Persetujuan Renville tersebut. Mereka terus melakukan perlawanan bersenjata terhadap tentara Belanda. S.M. Kartosuwiryo, yang menolak jabatan Menteri Muda Pertahanan dalam Kabinet Amir Syarifuddin, kemudian mendirikan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Hingga pada 7 Agustus 1949, di wilayah yang masih dikuasai Belanda waktu itu, Kartosuwiryo menyatakan berdirinya Negara Islam Indonesia
Delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin Harahap. Delegasi Kerajaan Belanda dipimpin oleh Kolonel KNIL R. Abdul Kadir Wijoyoatmojo.
• Gencatan Senjata
Pemerintah RI dan Belanda sebelumnya pada 17 Agustus 1947 sepakat untuk melakukan gencatan senjata hingga ditandatanganinya Persetujuan Renville, tapi pertempuran terus terjadi antara tentara Belanda dengan berbagai laskar-laskar yang tidak termasuk TNI, dan sesekali unit pasukan TNI juga terlibat baku tembak dengan tentara Belanda, seperti yang terjadi antara Karawang dan Bekasi.
• Pasca Perjanjian
Sebagai hasil Persetujuan Renville, pihak Republik harus mengosongkan enclave (kantong-kantong) yang dikuasai TNI, dan pada bulan Februari 1948, Divisi Siliwangi hijrah ke Jawa Tengah. Tidak semua pejuang Republik yang tergabung dalam berbagai laskar, seperti Barisan Bambu Runcing dan Laskar Hizbullah/Sabillilah di bawah pimpinan Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo, mematuhi hasil Persetujuan Renville tersebut. Mereka terus melakukan perlawanan bersenjata terhadap tentara Belanda. S.M. Kartosuwiryo, yang menolak jabatan Menteri Muda Pertahanan dalam Kabinet Amir Syarifuddin, kemudian mendirikan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Hingga pada 7 Agustus 1949, di wilayah yang masih dikuasai Belanda waktu itu, Kartosuwiryo menyatakan berdirinya Negara Islam Indonesia
D. Agresi
Militer Belanda II
Agresi
Militer Belanda II terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan
terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta penangkapan Soekarno,
Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota negara
ini menyebabkan dibentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra
yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara. Pada hari pertama Agresi Militer
Belanda II, mereka menerjunkan pasukannya di Pangkalan Udara Maguwo dan dari
sana menuju ke Ibukota RI di Yogyakarta. Kabinet mengadakan sidang kilat. Dalam
sidang itu diambil keputusan bahwa pimpinan negara tetap tinggal dalam kota
agar dekat dengan Komisi Tiga Negara (KTN) sehingga kontak-kontak diplomatik
dapat diadakan.
Ketika itu tanggal 18 Desember 1948 pukul 23.30, siaran radio dari Jakarta menyebutkan, bahwa besok paginya Wakil Tinggi Mahkota Belanda, Dr. Beel, akan mengucapkan pidato yang penting. Sementara itu Jenderal Spoor yang telah berbulan-bulan mempersiapkan rencana pemusnahan TNI memberikan instruksi kepada seluruh tentara Belanda di Jawa dan Sumatera untuk memulai penyerangan terhadap kubu Republik. Operasi tersebut dinamakan "Operasi Kraai."
Pukul 2.00 pagi 1e para-compgnie (pasukan para I) KST di Andir memperoleh parasut mereka dan memulai memuat keenambelas pesawat transportasi, dan pukul 3.30 dilakukan briefing terakhir. Pukul 3.45 Mayor Jenderal Engles tiba di bandar udara Andir, diikuti oleh Jenderal Spoor 15 menit kemudian. Dia melakukan inspeksi dan mengucapkan pidato singkat. Pukul 4.20 pasukan elit KST di bawah pimpinan Kapten Eekhout naik ke pesawat dan pukul 4.30 pesawat Dakota pertama tinggal landas. Rute penerbangan ke arah timur menuju Maguwo diambil melalui Lautan Hindia. Pukul 6.25 mereka menerima berita dari para pilot pesawat pemburu, bahwa zona penerjunan telah dapat dipergunakan. Pukul 6.45 pasukan para mulai diterjunkan di Maguwo.
Seiring dengan penyerangan terhadap bandar udara Maguwo, pagi hari tanggal 19 Desember 1948, WTM Beel berpidato di radio dan menyatakan, bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan Persetujuan Renville. Penyerbuan terhadap semua wilayah Republik di Jawa dan Sumatera, termasuk serangan terhadap Ibukota RI, Yogyakarta, yang kemudian dikenal sebagai Agresi Militer Belanda II telah dimulai. Belanda konsisten dengan menamakan agresi militer ini sebagai "Aksi Polisional".
Penyerangan terhadap Ibukota Republik, diawali dengan pemboman atas lapangan terbang Maguwo, di pagi hari. Pukul 05.45 lapangan terbang Maguwo dihujani bom dan tembakan mitraliur oleh 5 pesawat Mustang dan 9 pesawat Kittyhawk. Pertahanan TNI di Maguwo hanya terdiri dari 150 orang pasukan pertahanan pangkalan udara dengan persenjataan yang sangat minim, yaitu beberapa senapan dan satu senapan anti pesawat 12,7. Senjata berat sedang dalam keadaan rusak. Pertahanan pangkalan hanya diperkuat dengan satu kompi TNI bersenjata lengkap. Pukul 06.45, 15 pesawat Dakota menerjunkan pasukan KST Belanda di atas Maguwo. Pertempuran merebut Maguwo hanya berlangsung sekitar 25 menit. Pukul 7.10 bandara Maguwo telah jatuh ke tangan pasukan Kapten Eekhout. Di pihak Republik tercatat 128 tentara tewas, sedangkan di pihak penyerang, tak satu pun jatuh korban.
Sekitar pukul 9.00, seluruh 432 anggota pasukan KST telah mendarat di Maguwo, dan pukul 11.00, seluruh kekuatan Grup Tempur M sebanyak 2.600 orang –termasuk dua batalyon, 1.900 orang, dari Brigade T- beserta persenjataan beratnya di bawah pimpinan Kolonel D.R.A. van Langen telah terkumpul di Maguwo dan mulai bergerak ke Yogyakarta.
Serangan terhadap kota Yogyakarta juga dimulai dengan pemboman serta menerjunkan pasukan payung di kota. Di daerah-daerah lain di Jawa antara lain di Jawa Timur, dilaporkan bahwa penyerangan bahkan telah dilakukan sejak tanggal 18 Desember malam hari. Segera setelah mendengar berita bahwa tentara Belanda telah memulai serangannya, Panglima Besar Soedirman mengeluarkan perintah kilat yang dibacakan di radio tanggal 19 Desember 1948 pukul 08.00.
Ketika itu tanggal 18 Desember 1948 pukul 23.30, siaran radio dari Jakarta menyebutkan, bahwa besok paginya Wakil Tinggi Mahkota Belanda, Dr. Beel, akan mengucapkan pidato yang penting. Sementara itu Jenderal Spoor yang telah berbulan-bulan mempersiapkan rencana pemusnahan TNI memberikan instruksi kepada seluruh tentara Belanda di Jawa dan Sumatera untuk memulai penyerangan terhadap kubu Republik. Operasi tersebut dinamakan "Operasi Kraai."
Pukul 2.00 pagi 1e para-compgnie (pasukan para I) KST di Andir memperoleh parasut mereka dan memulai memuat keenambelas pesawat transportasi, dan pukul 3.30 dilakukan briefing terakhir. Pukul 3.45 Mayor Jenderal Engles tiba di bandar udara Andir, diikuti oleh Jenderal Spoor 15 menit kemudian. Dia melakukan inspeksi dan mengucapkan pidato singkat. Pukul 4.20 pasukan elit KST di bawah pimpinan Kapten Eekhout naik ke pesawat dan pukul 4.30 pesawat Dakota pertama tinggal landas. Rute penerbangan ke arah timur menuju Maguwo diambil melalui Lautan Hindia. Pukul 6.25 mereka menerima berita dari para pilot pesawat pemburu, bahwa zona penerjunan telah dapat dipergunakan. Pukul 6.45 pasukan para mulai diterjunkan di Maguwo.
Seiring dengan penyerangan terhadap bandar udara Maguwo, pagi hari tanggal 19 Desember 1948, WTM Beel berpidato di radio dan menyatakan, bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan Persetujuan Renville. Penyerbuan terhadap semua wilayah Republik di Jawa dan Sumatera, termasuk serangan terhadap Ibukota RI, Yogyakarta, yang kemudian dikenal sebagai Agresi Militer Belanda II telah dimulai. Belanda konsisten dengan menamakan agresi militer ini sebagai "Aksi Polisional".
Penyerangan terhadap Ibukota Republik, diawali dengan pemboman atas lapangan terbang Maguwo, di pagi hari. Pukul 05.45 lapangan terbang Maguwo dihujani bom dan tembakan mitraliur oleh 5 pesawat Mustang dan 9 pesawat Kittyhawk. Pertahanan TNI di Maguwo hanya terdiri dari 150 orang pasukan pertahanan pangkalan udara dengan persenjataan yang sangat minim, yaitu beberapa senapan dan satu senapan anti pesawat 12,7. Senjata berat sedang dalam keadaan rusak. Pertahanan pangkalan hanya diperkuat dengan satu kompi TNI bersenjata lengkap. Pukul 06.45, 15 pesawat Dakota menerjunkan pasukan KST Belanda di atas Maguwo. Pertempuran merebut Maguwo hanya berlangsung sekitar 25 menit. Pukul 7.10 bandara Maguwo telah jatuh ke tangan pasukan Kapten Eekhout. Di pihak Republik tercatat 128 tentara tewas, sedangkan di pihak penyerang, tak satu pun jatuh korban.
Sekitar pukul 9.00, seluruh 432 anggota pasukan KST telah mendarat di Maguwo, dan pukul 11.00, seluruh kekuatan Grup Tempur M sebanyak 2.600 orang –termasuk dua batalyon, 1.900 orang, dari Brigade T- beserta persenjataan beratnya di bawah pimpinan Kolonel D.R.A. van Langen telah terkumpul di Maguwo dan mulai bergerak ke Yogyakarta.
Serangan terhadap kota Yogyakarta juga dimulai dengan pemboman serta menerjunkan pasukan payung di kota. Di daerah-daerah lain di Jawa antara lain di Jawa Timur, dilaporkan bahwa penyerangan bahkan telah dilakukan sejak tanggal 18 Desember malam hari. Segera setelah mendengar berita bahwa tentara Belanda telah memulai serangannya, Panglima Besar Soedirman mengeluarkan perintah kilat yang dibacakan di radio tanggal 19 Desember 1948 pukul 08.00.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan
penulisan makalah ini dapat disimpilkan bahwa :
1. Ada inisiatif dari Van Hook untuk
mendirikan pemerintahan federal sementara sebagai pengganti Hindia-Belanda. Dan
tindakan Van Hook tersebut menimbulkan kegelisahan di kalangan
Negara-negara bagian yang tidak terwakili dalam susunan pemerintahan.
2. Ketika Indonesia
dalam upaya mencari kesepakatan isi Persetujuan Linggarjati, Belanda
terus melakukan tindakan yang justru bertentangan dengan isi Persetujuan
Linggarjati. Belanda juga memasukkan kekuatan tentaranya. Belanda pada tanggal
27 Mei 1947 mengirim nota ultimatum.
3. Kekuatan Indonesia di forum
Internasional semakin kuat dengan kecakapan paran para diplomator
Indonesia yang meyakinkan Negara-nagara lain bahwa kedaulatan Indonesia harus
sudah dimiliki bangsa Indonesia. KTN membuat Laporan yang disampaikan kepada DK
PBB, bahwa Belanda Banyak melakukan pelanggaran.
4. Amerika Serikat menawarkan untuk
mengadakan pertemuan di geladak Kapal Renville milik Amerika Serikat. Indonesia
dan Belanda kemudian menerima tawaran Amerika Serikat.
Delegasi
Indonesia dipimpin oleh Amir Syarifuddin, sedangkan Delegasi Belanda dipimpin
oleh R. Abdulkadir Wijoyoatmojo, orang Indonesia yang memihak Belanda.
B. Saran
Adapun
dari penulisan makalah ini kami selaku penulis menyarankan kepada generasi muda
agar tetap mempertahankan kemerdekaan Indonesia dengan cara ikut berpartisipasi
dalam mengisi kemerdekaan Indonesia dan mencontoh semangat para pahlawan
terdahulu dalam kehidupan sehari-hari. Seluruh warga Indonesia wajib menghargai
dan menghormati jasa-jasa para pahlawan Indonesia. Dan satu lagi jangan pernar
melihat orang dari apa yang dia berikan.
DAFTAR FUSTAKA
http://sejarah.kompasiana.com/2012/04/24/makalah-sejarah-perjuangan-kemerdekaan-indonesia-457876.html
http://kamallemka.blogspot.com/2014/05/makalah-perjuangan-bangsa-indonesia.html
https://mail.google.com/mail/u/0/#chats
https://www.google.co.id/search?q=good+night&client=firefox-beta&hs=Zs5&rls=org.mozilla:en-US:official&channel
https://mail.google.com/mail/u/0/#settings/general
https://binuscenterblog.wordpress.com/2013/08/26
Tidak ada komentar:
Posting Komentar